Foto Penjajah Jepang

Foto Penjajah Jepang

Penyerbuan Batavia

Mungkin, perang ini tidak "sepopuler" perang lain. Tetapi, penyerbuan Batavia adalah salah satu peristiwa ikonik yang terjadi di tahun 1628-1629. Perang ini dipimpin oleh Sultan Agung dari Kesultanan Mataram yang menyerang Batavia (sekarang Jakarta), pusat VOC di Nusantara pada masa itu.

Serangan pertama terjadi di Benteng Holandia pada Oktober 1628. Meski membawa 10.000 prajurit, pasukan Mataram hancur karena kurang perbekalan. Pihak VOC menemukan 744 mayat orang Jawa, bahkan sebagian ditemukan tanpa kepala!

Lalu, serangan kedua dilakukan dengan membawa 14.000 prajurit. Sebagai antisipasi, mereka membangun lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun, mata-mata VOC menemukan lumbung beras ini dan menghancurkannya.

Pasukan yang lemah akibat kurang perbekalan, menjadi semakin lemah karena wabah malaria dan kolera. Tetapi, Sultan Agung berhasil mengotori Sungai Ciliwung dan membuat Jan Pieterszoon Coen meninggal akibat wabah kolera yang melanda Batavia.

Kalau perang-perang sebelumnya melibatkan sipil, Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) melibatkan elemen militer. Tujuannya untuk merebut Irian Barat, karena pihak Belanda masih menganggap wilayah ini sebagai salah satu provinsi Kerajaan Belanda. Panglima perang dalam misi ini adalah Mayor Jenderal Soeharto.

Indonesia membekali dirinya dengan berbagai macam peralatan militer, seperti helikopter, pesawat pembom, kapal penjelajah, pesawat pemburu supersonik, dan lainnya. Pertempuran dahsyat pun terjadi di Laut Aru pada 15 Januari 1962. Dalam pertempuran ini, Komodor Yos Sudarso gugur karena ditembak oleh kapal Belanda.

Konflik ini berakhir dengan Persetujuan New York pada 15 Agustus 1962. Markas Besar PBB di New York menjadi tempat perundingan antara Indonesia dan Belanda. Isi Persetujuan New York adalah Belanda akan menyerahkan pemerintahan Irian Barat kepada pemerintahan Indonesia.

Perang Gerilya Jenderal Soedirman

Perang gerilya dipimpin oleh Jenderal Besar Raden Soedirman, perwira tinggi kelahiran 24 Januari 1916. Strategi perang ini merupakan respons atas Agresi Militer Belanda II. Dalam kondisi lemah akibat penyakit TBC, Soedirman tak gentar untuk terus bergerilya melawan penjajah. Bersama sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, mereka berjalan jauh melewati hutan, gunung, sungai, dan lembah.

Puncak perang ini terjadi pada pagi hari di tanggal 1 Maret 1949. Serangan besar-besaran ini dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dengan fokus utama di Yogyakarta, ibu kota Indonesia pada masa itu. Dalam waktu 6 jam, Kota Yogyakarta berhasil dikuasai oleh pasukan Indonesia dan peristiwa ini dikenang sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949.

Sedihnya, setelah peristiwa tersebut, Soedirman masih harus berjuang untuk melawan TBC. Ia dirawat berpindah-pindah, dari Panti Rapih, sanatorium di dekat Pakem, hingga pindah ke Magelang di bulan Desember 1949. Soedirman mengembuskan napas terakhirnya di Magelang pada 29 Januari 1950 pukul 18:30 pada usia yang relatif muda, yakni 34 tahun. Selamat jalan, pahlawan!

Baca Juga: Biografi Inggit Garnasih, Wanita Tangguh di Balik Sosok Soekarno

Perang dahsyat juga pernah terjadi di Bali yang dikenal dengan Puputan Margarana, tepatnya pada 20 November 1946. Sang pemimpin perang adalah Kolonel I Gusti Ngurah Rai dan dilakukan untuk mempertahankan desa Marga dari serangan NICA. Masyarakat Bali berprinsip untuk terus melawan, pantang bagi mereka untuk mundur dan menyerah.

Karena prinsip ini, sebanyak 96 orang gugur, termasuk I Gusti Ngurah Rai. Sementara, di pihak Belanda kehilangan 400 orang akibat Puputan Margarana, lebih banyak dari pihak masyarakat Bali. Padahal, Belanda sudah mendatangkan seluruh pasukannya yang berada di Bali plus pesawat pengebom yang didatangkan dari Makassar.

Baca Juga: Biografi Fatmawati, Istri Soekarno yang Ogah Dimadu dan Ibu Megawati

Hanya orangTanpa orang

PotretSeluruh tubuhProfilPotret lebih lebar

Hanya orangTanpa orang

PotretSeluruh tubuhProfilPotret lebih lebar

Kita patut bersyukur dengan kondisi kemerdekaan Indonesia saat ini. Keadaan yang aman dan layak ditinggali seperti sekarang adalah buah kerja keras pejuang di masa lalu ketika berperang untuk kemerdekaan Indonesia. Dengan dedikasi penuh, para pejuang rela mengorbankan waktu, tenaga, harta, atau bahkan nyawa demi mempertahankan negara ini.

Tanpa memandang perbedaan suku, ras, dan agama, semua kompak bahu-membahu mengangkat senjata di medan perang. Dari sekian banyak perang yang pernah terjadi di Indonesia, berikut ini 7 perang kemerdekaan Indonesia terbesar yang terjadi. Baca sampai habis, yuk!

Baca Juga: Siti Oetari, Istri Pertama Soekarno Sebelum Jadi Presiden RI

Bandung Lautan Api

Bandung Lautan Api adalah peristiwa yang ikonik dan menggetarkan. Pada 24 Maret 1946, 200 ribu penduduk Bandung membakar rumah mereka, lalu menuju ke pegunungan di selatan Bandung. Tujuannya untuk mencegah tentara sekutu dan NICA memakai Bandung sebagai markas strategis militer.

Akibat peristiwa ini, api besar berkobar dan asap hitam mengepul di udara. Strategi ini digunakan karena kekuatan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) tak sebanding dengan kekuatan sekutu dan NICA.

Tak tinggal diam, tentara Inggris pun menyerang sehingga terjadi pertempuran sengit di Desa Dayeuhkolot, Bandung. Di sini terdapat gudang amunisi milik tentara sekutu. Lalu, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) ditugaskan untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Mereka berdua gugur beserta gudang yang terbakar.

Baca Juga: Biografi Insinyur Soekarno yang Dijuluki Singa Podium Indonesia

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Perang Diponegoro dikenal dengan sebutan lain, yakni Perang Jawa. Ini adalah perang besar yang berlangsung selama lima tahun (1825-1830). Sesuai namanya, perang ini dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, sementara di pihak musuh dipimpin oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock.

Dengan prinsip "sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati" yang artinya sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati, masyarakat Jawa berperang hingga titik darah penghabisan demi melawan Belanda. Imbas dari perang ini, sekitar 200 ribu penduduk Jawa tewas, sementara pihak Belanda kehilangan 8.000 tentara. Pasukan Jawa banyak yang gugur karena dilemahkan oleh penyakit malaria dan disentri.

Baca Juga: Mengintip 9 Linimasa Sejarah Perjalanan Rupiah, Mata Uang Indonesia

Serangan 10 November 1945

Serangan 10 November 1945 atau yang juga dikenal sebagai Pertempuran Surabaya adalah pertempuran dramatis yang akan selalu dikenang. Peristiwa ini didahului oleh insiden perobekan bendera merah putih biru di Hotel Yamato pada 18 September 1945 dan disusul dengan bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris. Puncaknya adalah tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur, pada 30 Oktober 1945.

Akibat kematian Mallaby, pihak Inggris mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 agar pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan. Tentu saja, rakyat Surabaya menolak untuk tunduk. Dengan semboyan "merdeka atau mati", rakyat Surabaya terus melawan. Pertempuran berdarah ini menyebabkan 6.000-16.000 pejuang gugur dan 200.000 rakyat sipil mengungsi.

Keberanian arek-arek Suroboyo juga dipengaruhi oleh Bung Tomo yang terus mengobarkan semangat lewat pidatonya yang berapi-api. Tokoh lain yang tak kalah berpengaruh ialah KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah, dan kyai-kyai pesantren lain. Berkat peristiwa ikonik ini, tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.

Nah, itulah 7 perang kemerdekaan terbesar untuk merebut kemerdekaan yang pernah terjadi di Indonesia. Semoga bisa menambah semangat patriotisme dan menumbuhkan nasionalisme pada kita, ya!

Baca Juga: Indonesia Harus Rukun, Ini Efek Bertengkar Online ke Kesehatan Mental

Berita Jepang | Japanesestation.com

Dikelilingi oleh gedung-gedung tinggi dan selamanya terpaku di depan layar komputer dan smartphone kita, kita sering lupa bahwa dunia yang kita tinggali ini dulunya merupakan sebuah tempat yang lebih sederhana. Orang-orang menulis surat dengan santai, mengatur jadwal dengan baik sejak jauh hari sebelumnya untuk bertemu dengan teman dan orang-orang yang kita cintai, dan, tanpa memiliki video streaming dan pemutar musik yang ringkas dan tahan air sebagai alat hiburan kita, kita lebih dapat memiliki waktu untuk mengapresiasi hal-hal kecil yang ada di sekeliling kita.

Sebagai pengingat akan gaya hidup Jepang yang dulunya sangat tenang namun sangat indah, di bawah ini dihadirkan sebuah koleksi foto, yang menyajikan berbagai kultur Jepang masa lalu seperti taman yang indah, jembatan kayu yang dengan lengkungannya yang kokoh di atas sungai, dan orang-orang biasa yang menghabiskan hari mereka, sekitar 100 tahun yang lalu.

Jadi seduhlah secangkir teh yang nikmat, matikan ponsel kalian, dan sisihkanlah beberapa menit dari waktu kalian untuk menikmati dan mengapresiasi betapa berbedanya kehidupan di Jepang jaman dahulu itu.

©2024 iStockphoto LP. Desain iStock adalah merek dagang iStockphoto LP.

Kami mohon maaf atas kebingungannya, tetapi kami tidak bisa tahu apakah Anda adalah seseorang atau skrip.

Centang kotak ini dan kami akan berhenti menghalangi Anda.

©2024 iStockphoto LP. Desain iStock adalah merek dagang iStockphoto LP.